Rabu, 30 November 2011

Cerita Ramadhanku (essay ramadhan)

Ramadahan telah datang kembali, semua orang bersuka ria menyambut bulan penuh berkah ini. Tak terasa akhirnya aku bertemu lagi dengan bulan penuh berkah di tahun ini. Sukaria penyambutan ramadhan terasa diseluruh pelosok negeri ini. Malam ini, malam pertama bulan ramadhan, semua orang bersiap-siap untuk melaksanakan shalat sunnah yang selalu dilakukan dibulan ramadhan yaitu taraweh. Cahaya lampu-lampu menerangi pinggir –pinggir tepi sungai itu, suasana ramadhan begitu hadir disini ,begitu juga semua orang. Anak-anak kecil berlari-lari dengan mengenakan koko dan busana muslimah membawa mukenah berlari-lari kearah  surau pinggir sungai itu.
Tanpa terasa tahun ini Alhamdulillah ramadhan hadir di tengah keluargaku, rasa suka ria menghiasi raut wajah di setiap saudra-saudaraku. Perasaanku juga sangat gembira menyambut bulan yang sangat berkah ini. Semua persiapan telah dilakukan dari membersihkan rumah, belanja, gotong royong menghias dan membersihkan surau pinggir sungai kami, agar terlihat indah ketika ramadhan datang.   Dan tak lupa juga persiapan bantin, persiapan diri agar lebih fokus dalam ibadah.
Semua jadwal ramadhan di surau kami sudah tersusun dengan rapi dari imam taraweh, kultum dan gelaran sajadah penjang sudah terbentang di barisan laki-laki maupun perempuan. Surau kami begitu indah ketika ramadhan kali ini. Aku sangat bersyukur dapat bertemu dengan ramadhan kali ini.
Tak terasa air mata ini metes. Rintik-rintik jatuh membasahi wajah ini. Aku teringat pada sosok almarhum kakek dan bibiku. Di ramadhan kali kita tak bisa bertemu dan bersua kembali. Kau telah tiada sebulan sebelu ramadhan datang. Semua keluarga meneteskan air mata ketika kepergianmu. Aku tak menyangka dan tak pernah terpikirkan olehku ramadhan tahun lalu adalah ramadhan terakhir buatmu dan hari kemenangan terakhir buatmu.
Surau itu, kini surau itu hanya menjadi tempat peninggalanmu. Suara adzan dan tilawah kini sudah tak terdengar. Sudah tak ada lagi suara indah mu yang menhiasi surau kami, siapakah yang akan menggantikan itu semua?? Rasa bahagia biasanya selalu kau ucapkan ketika menyambut ramadhan, surau itu selalu kau tunggui ketika ramadhan tiba. Sekarang kau tlah tiada. Mungkin itu hanya menjadi kenangan yang terindah yang terukir di surau itu. Dan tak akan pernah terlupakan.
Semua keluarga menundukkan kepala ketika berkumpul diruang keluarga mengingat semua masa kebersamaan kita sekeluarga. Air berjatuhan dari setiap mata anak-anakmu, mungkin ada keinginanmu yang belum terpacai oleh anakmu ketika kau masih ada. Di ruangan ini kita semua berdo’a agar engkau selalu dilapangkan oleh allah, diterima segala amal-amalnya.
Ketika semua keluarga telah berkumpul diruangan ini kita bersiap-siap untuk berziarah ke makammu, memanjatkan do’a.  akhirnya, kaki-kaki kami melngkahkah keluar dari ruangan itu menuju tempat peristirahatanmu. Disana aku tak menyangka, engkau yang yang measih bercanda bersama kami sebulan yang lalu, kini kami hanya bisa melihat namamu di batu nisan itu tanpa ada wujudmu. Aku memperhatiakan satu persatu raut wajah di setiap keluarga, aku menemukan satu sesosok pria yang menangis begitu sedih tanpa suara, hanya raut mukanya saja mengekspresikan kesedihan yang mendalam.  Setelah berdo’a, taburan bunga pun menghiasi makammu. Kami pun beranjak pulang.
Semoga kau disana tenang dan aku berharap kau dapat marasakan hawa ramadhan itu, dilapangkan kuburanya, dan diterima amal ibadahmu.  Itulah do’a yang kupanjatkan untukmu.
Aku berharap kesedihan ini atau kejadian ini dapat memulai babak baru dalam menjalani hidup. Mempersiapkan diri untuk kematian dan berfikir kita tak tau kapan datang kematian, kita hanya bisa berencana dan allah lah yang mengatur semuanya.   Aku berharap liputan kesedihan keluargaku cepat berakhir, dan kita semua bisa menyambut ramadhan dengan sebuah persiapan rohani yang matang dan fisik yang sehat. Agar kita bisa kembali suci dihari yang fitri nanti.






   Assyifa, 15 Agustus 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar